La Ilaha Illallah
Aug 13, 2010
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Kalimat Laa ilaaha illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata.
1. Allah berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Mengetahui makna Laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.
2. Nabi bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله مُخلِصًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan keikhlasan hati, pasti ia masuk surga.” (HR. Ahmad, hadits sahih)
Orang yang ikhlas ialah orang yang memahami Laa ilaaha illallah, mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid, karena hal inilah Allah menciptakan alam semesta ini.
3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,
ياَ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، كَلِمَةٌ أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ
“Wahai pamanku, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah), sebuah kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah.”
Akan tetapi, ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau berdakwah kepada bangsa Arab: “Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: ‘Hanya satu sesembahan? Kami belum pernah mendengar seruan seperti ini.’ Jawaban seperti ini, karena bangsa Arab memahami makna kalimat tersebut. Sesungguhnya, barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak mengucapkannya. Allah ta’ala berfirman kepada mereka:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ * وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ * بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa ilaaha illallah (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah)’, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? ‘Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)’.” (Ash-Shaffat: 35-37)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَ كَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ ، حَرُمَ مَالُهُ وَ دَمُهُ
“Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesuatu yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darahnya ” (HR. Muslim)
Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat mewajibkan seseorang mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti berdoa (meminta) kepada mayit, dan lain-lainnya.
Ironisnya, sebagian orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.
5. Laa ilaaha illallah adalah pondasi tauhid dan Islam, serta manhaj (pedoman) yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap jenis ibadah hanya untuk Allah. Hal itu akan terwujud, apabila seorang muslim tunduk kepada Allah, memohon kepada-Nya, dan menjadikan syariat-Nya sebagai hukum, bukan yang lainnya.
6. Ibnu Rajab berkata, “Al-Ilaah ialah Dzat yang ditaati dan tidak boleh untuk dimaksiati, dengan rasa pemuliaan, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakal, meminta, dan berdoa (memohon) kepada-Nya. Ini semua tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah. Maka barangsiapa yang menisbatkan kepada makhluk dengan sesuatu perkara yang merupakan kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan Laa ilaaha illallah dan mengan-dung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.
7. Sesungguhnya kalimat “Laa ilaaha illallah” itu dapat bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan, sebagaimana wudhu yang bisa dibatalkan dengan hadats.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk surga.” (HR. Al-Hakim, hadits hasan)
(Dinukil untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Manhaj Firqatin Najiyah, karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, muroja’ah Al Ustadz Ali Basuki, Lc, Penerbit Al Ilmu Jogjakarta)
Kalimat Laa ilaaha illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata.
1. Allah berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Mengetahui makna Laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.
2. Nabi bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله مُخلِصًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan keikhlasan hati, pasti ia masuk surga.” (HR. Ahmad, hadits sahih)
Orang yang ikhlas ialah orang yang memahami Laa ilaaha illallah, mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid, karena hal inilah Allah menciptakan alam semesta ini.
3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,
ياَ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، كَلِمَةٌ أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ
“Wahai pamanku, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah), sebuah kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah.”
Akan tetapi, ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau berdakwah kepada bangsa Arab: “Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: ‘Hanya satu sesembahan? Kami belum pernah mendengar seruan seperti ini.’ Jawaban seperti ini, karena bangsa Arab memahami makna kalimat tersebut. Sesungguhnya, barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak mengucapkannya. Allah ta’ala berfirman kepada mereka:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ * وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ * بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa ilaaha illallah (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah)’, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? ‘Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)’.” (Ash-Shaffat: 35-37)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَ كَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ ، حَرُمَ مَالُهُ وَ دَمُهُ
“Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Rabb yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesuatu yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darahnya ” (HR. Muslim)
Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat mewajibkan seseorang mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti berdoa (meminta) kepada mayit, dan lain-lainnya.
Ironisnya, sebagian orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.
5. Laa ilaaha illallah adalah pondasi tauhid dan Islam, serta manhaj (pedoman) yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap jenis ibadah hanya untuk Allah. Hal itu akan terwujud, apabila seorang muslim tunduk kepada Allah, memohon kepada-Nya, dan menjadikan syariat-Nya sebagai hukum, bukan yang lainnya.
6. Ibnu Rajab berkata, “Al-Ilaah ialah Dzat yang ditaati dan tidak boleh untuk dimaksiati, dengan rasa pemuliaan, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakal, meminta, dan berdoa (memohon) kepada-Nya. Ini semua tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah. Maka barangsiapa yang menisbatkan kepada makhluk dengan sesuatu perkara yang merupakan kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan Laa ilaaha illallah dan mengan-dung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.
7. Sesungguhnya kalimat “Laa ilaaha illallah” itu dapat bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan, sebagaimana wudhu yang bisa dibatalkan dengan hadats.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk surga.” (HR. Al-Hakim, hadits hasan)
(Dinukil untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Manhaj Firqatin Najiyah, karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, muroja’ah Al Ustadz Ali Basuki, Lc, Penerbit Al Ilmu Jogjakarta)
0 comments: